Manajemen krisis membutuhkan lebih dari press release yang memberikan sebuah penyesalan atau penampilan jujur dari seorang Chief Executive Officer di layar televisi. Sebaliknya, perusahaan harus siap untuk menanggapi bencana dengan cepat dan tegas, serta menggunakan semua platform untuk berkomunikasi dengan publik. Yang terpenting, perusahaan yang membuat kesalahan harus tulus dan menerima tanggung jawab atas tindakan mereka, bukan menjauhkan diri dari permasalahan yang dihadapi.
Memang, belum ada jurus atau metode untuk memperbaiki krisis perusahaan. Namun, tak ada salahnya jika kita belajar dari kesuksesan sejumlah perusahaan dalam menghadapi sebuah krisis. Berikut adalah contoh dari sembilan perusahaan yang menyelamatkan diri mereka sendiri – dan merek berharga mereka – dalam sebuah kondisi yang paling mengerikan seperti dikutip dari www.businessinsider.com:
1. Johnson & Johnson – Kapsul Tylenol ( 1982 )
Krisis : Tujuh orang tewas setelah minum kapsul Tylenol yang telah dicampur dengan potasium sianida, sebuah racun yang mematikan. Sayangnya, sang pembunuh itu tidak pernah ditemukan. Bagaimana J & J menjawab: Perusahaan menempatkan keselamatan pelanggan sebagai upaya pertama. J&J menarik dengan cepat 31 juta botol Tylenol senilai US$ 100 juta, serta menghentikan semua produksi dan iklan produk. J & J juga melibatkan Kepolisian Chicago , FBI , dan FDA untuk mencari pembunuh, dan mempersembahkan hadiah US$$ 100.000.
Pasca-krisis , perusahaan memperkenalkan kembali Tylenol dengan kemasan tamper dan memberikan kupon senilai US$ 2,50.
Hasilnya : Respon Tylenol terhadap situasi tragis tahun 1982 di Chicago ini menunjukkan betapa pentingnya kepentingan publik sehingga perusahaan mendapatkan respons yang sangat baik dari masyarakat. Merek Tylenol pun dapat pulih dengan baik. Kasus ini dianggap sebagai cara penyelesaian krisis terbaik yang pernah dilakukan oleh sebuah perusahaan.
Sumber: Penn State University
2.PepsiCo dapat merusak rumor ( 1993 )
Krisis : Sebuah jarum suntik diduga ditemukan dalam kaleng Diet Pepsi di negara bagian Washington. Minggu berikutnya , muncul lebih dari 50 laporan Diet Pepsi yang mengalami masalah bermunculan di seluruh negeri. Ternyata berita yang muncul adalah bohong.
Bagaimana PepsiCo menjawab: Baik PepsiCo dan FDA yakin bahwa laporan itu adalah rekayasa, sehingga perusahaan keluar dan membela diri tuduhan itu dengan kukuh.
Tapi PepsiCo tidak membuat pernyataan samar-samar sehingga berharap masyarakat mempercayainya. Perusahaan ini justru menghasilkan empat video selama krisis, seperti laporan yang komprehensif tentang proses pengalengan sodanya . Yang paling menarik adalah rekaman pengawasan seorang wanita di toko Colorado yang menempatkan jarum suntik ke dalam kaleng Diet Pepsi di belakang punggung petugas toko.
CEO PepsiCo Amerika Utara Craig Weatherup muncul di stasiun TV tidak hanya dengan bukti visual terkait laporan palsu, tetapi juga dengan dukungan eksplisit dari FDA . Dia muncul di acara Nightline bersama Komisaris FDA David Kessler, dan meyakinkan masyarakat bahwa Diet Pepsi aman.
Hasilnya : Rumor melempem dalam waktu dua minggu setelah beberapa FDA melakukan penangkapan. Penjualan Diet Pepsi telah jatuh 2 % selama krisis tetapi pulih dalam waktu satu bulan. Situasi pertahanan agresif dibutuhkan karena PepsiCo tidak melakukan sesuatu yang salah. Jika perusahaan tetap tenang dan pasrah terhadap kerusakan bisa saja kondisi yang ada justru jauh lebih buruk.
3. Texaco Digugat Urusan Diskriminasi Rasial ( 1994 )
Krisis : Enam karyawan Afrika – Amerika Texaco menggugat perusahaan karena masalah diskriminasi rasial. Percakapan memberatkan antara eksekutif Texaco yang diam-diam direkam muncul untuk mengonfirmasi masalah ini .
Bagaimana Texaco menjawab: CEO Peter Biljur memulai dengan permintaan maaf kepada publik dan mengaku malu. Para eksekutif yang terlibat dihentikan ( dengan membayar tapi tanpa manfaat), sembari menunggu hasil penyelidikan. Ekseutif Texaco pergi tur, mengunjungi semua cabang dan perusahaan untuk meminta maaf secara pribadi kepada karyawan. Perusahaan mempekerjakan biro iklan Afrika-Amerika milik Uniworld Group untuk menjalankan kampanye iklan dan menyelesaikan masalah ini.
Hasilnya : Pendeta Jesse Jackson, lawan yang paling vokal dan menyerukan boikot perusahaan mulai melunak setelah respon dari Peter Biljur itu. Ini adalah kunci untuk pemulihan citra perusahaan.
Texaco menanggapi gugatan itu dan setuju membayar US$ 176 juta. Cek tambahan bagi para eksekutif dan manajer yang ditempatkan oleh Biljur mencegah masalah ini semakin mengembang.
Sumber : BrightHub
4. Wabah E.Coli pada Jus Apel Odwalla ( 1996 )
Krisis : Pejabat kesehatan negara bagian Washington menegaskan hubungan antara wabah E.coli dengan jus aepl Odwalla, jus apel lokal dan segar yang tidak mengalami proses pasteurisasi Odwalla. Satu anak meninggal dunia dan lebih dari 60 orang sakit, dan melahirkan lebih dari 20
tuntutan hukum .
Bagaimana Odwalla menjawab: CEO Stephen Williamson segera menarik semua produk jus apel dan wortel Odwalla sehingga melahirkan kerugian senilai US$ 6,5 juta. Dia tanggung jawab
ketika dan berbicara kepada media, serta berjanji untuk membayar semua biaya medis bagi mereka yang terkena wabah itu.Odwalla menjadikan media harian sebagai alat untuk memberi kabar kepada masyarakat luas, baik berupa berita ataupun iklan. Mereka juga memberikan informasi yang terkini pada situs mereka.
Hasilnya : Perusahaan yang telah menghadapi skenario terburuk, yaitu kematian akibat salah satu produk makanannya. Odwalla kehilangan sepertiga dari nilai pasar pada saat itu dan mengaku bersalah atas tuduhan pidana terkait wabah sehingga didenda US$ 1,5 juta dari FDA .
Tapi Odwalla masih berdiri. Pada bulan-bulan berikutnya, mereka pun fokus menjalin hubungan dengan serta mencoba untuk membangun kembali kepercayaan. Odwalla meningkatkan kualitas kontrol dan keamanan pada sistemnya. Odwalla kembali meluncurkan jus apel dua bulan kemudian. Pada tahun 2001, Coca – Cola membeli Odwalla senilai US$ 186 juta.
Sumber : mallenbaker.net
5. Permen Penuh Cacing Cadbury (2003 )
Krisis : Dua batang coklat Cadbury ditemukan penuh dengan cacing di Mumbai, India . FDA Maharashtra dengan cepat membekukan operasional pabrik terdekat Cadbury di Pune.
Bagaimana Cadbury menjawab: Sebenanya perusahaan terbilang lambat dalam merespons. Mereka merilis sebuah pernyataan bahwa serangga tidak mungkin ada pada tahap manufaktur, sementara pihak FDA tidak setuju sehingga opini pun terbelah di antara keduanya. Cadbury menggandeng media, namun serangan terhadap merek ini tetap meluas.
Cadbury mencabut iklannya dan meluncurkan proyek PR pendidikan yang menyasar para pengecer. Mereka juga terus memberikan siaran pers kepada awak media, serta melakukan langkah khusus seperti memperbaiki manufaktur dan penyimpanan prosesnya. Perusahaan juga mengimpor mesin baru dan mengubah kemasan Susu Dairy Bar.
Empat bulan kemudian, Cadbury mulai beriklan lebih agresif. Pada saat itu, hubungan perusahaan dengan media telah meningkat pesat .
Hasilnya : Penjualan Cadbury di India anjlok 30% akibat liputan negatif media. Padahal, pada musim kejadian itu terjadi, biasanya penjualan Cadburry meningkat sebesar 15 %. Namun seiring waktu, nama Cadbury mulai pulih. Delapan minggu pasca pengenalan kemasan baru dan kampanye iklan, penjualan Cadburry telah kembali normal layaknya krisis belum terjadi. Perusahaan mengumumkan, kepercayaan konsumen kembali ke normal setelah 8 bulan kemudian. Cadbury berhasil mempertahankan posisinya di puncak industri cokelat di India sejak kasus itu terjadi.
Sumber : Rediff , Public Relations Consultants Association of India
6. Terhentinya Operasional JetBlue (2007)
Krisis : Operasi JetBlue terhenti setelah badai es menghantam Pantai Timur AS dan menyebabkan 1.000 penerbangan dibatalkan hanya dalam waktu lima hari.
Bagaimana JetBlue menjawab: CEO David Neeleman tidak pernah menyalahkan kondisi cuaca yang buruk. Dia menulis surat permintaan maaf kepada pelanggan JetBlue, menunjukkan hak para konsumen, dan menyajikan daftar rinci – termasuk kompensasi moneter -. Tak hanya itu, perusahaan juga berkomitmen untuk membantu penumpang yang mengalami kerugian.
Hasilnya : JetBlue tidak menghindari kondisi ini sepenuhnya . Sebelumnya, penumpang marah di bandara selama hampir seminggu penuh, dan mereka mencapai titik tertinggi hingga akhirnya Neeleman angkat bicara.
Tapi dalam minggu-minggu berikutnya, JetBlue berhasil meredam keributan dengan muncul ke publik dan memberikan penjelasan langsung sebisa mungkin. Neeleman melanjutkan semua itu di YouTube, Today Show, Letterman, dan Anderson Cooper, tidak berbicara tentang masalah yang dihadapinya, melainkan meminta maaf atas kesalahan perusahaannya.
Meskipun mereka sempat menghadapi penurunan dalam reputasi, JetBlue mampu bangkit kembali. Untuk sebuah maskapai penerbangan yang memiliki diferensiasi dalam layanan, JetBlue telah melakukan yang terbaik.
Sumber : NYT , TheMarketplaceofLife , Time
7. Recall Toyota ( 2010 )
Krisis : Toyota me-recall 8,8 juta kendaraan karena menemukan masalah dalam faktor keamanan, termasuk pedal gas mobil yang akan macet. Bagaimana Toyota menjawab: Toyota awalnya tidak menangani masalah ini dengan tepat, karena mereka mengirim Tim PR untuk mencoba dan menghentikan reaksi media. Top management tidak terlihat pada awal krisis sehingga melahirkan persepsi yang buruk di mata masyarakat. Bahkan, bisa dikatakan, perusahaan telah gagal menangani krisis pada tahap awal.
Tanggapan Toyota memang lambat namun dapat memberikan hasil yang dahsyat. Apa yang mereka lakukan?
Ditambah dengan strategi pemasaran yang apik, Toyota muncul dan memberikan jaminan dan perpanjangan garansi terhadap produk yang mengalami kegagalan itu. Bahkan, Toyota muncul dengan strategi menyakinkan pentingnya keselamatan bagi konsumen. Mereka muncul, dan menghadapi permasalahan yang ada. Eksekutif Toyota pun akhirnya muncul ke publik, dan aktif dalam berbagai penyelidikan.
Hasilnya : Toyota mampu mempertahankan reputasi yang dilahirkan dari kinerja yang panjang. Perusahaan memanfaatkan kondisi itu sebagai fokus strategi pemasaran, menunjukkan betapa pentingnya arti keselamatan, dan track record mereka yang baik. Setelah kejadian itu, ekuitas merek Toyota pun mengalami peningkatan.
Sumber : BrandZ , The Guardian
8. Kicauan Nakal si Palang Merah (2011)
Krisis : Salah satu karyawan Palang Merah mengirim kicauan di Twitter – yang dimaksudkan untuk akun pribadinya – dan tidak menyadarinya. Hal ini baru disadari satu jam kemudian oleh direktur sosial media mereka.
Bagaimana Palang Merah menjawab: Direktur Media Sosial Wendy Harman menindaklanjuti dengan tweet lucu dari akun Twitter resmi dan mengakui kesalahan itu.Tindakan itu mendapat dukungan dari Dogfish Head, yang mengeluarkan hashtag #gettngslizzerd dan mendorong para pengikutnya untuk menyumbang ke Palang Merah.
Hasilnya : Tweet umumnya memang tidaklah serius, namun lain halnya bagi sebuah perusahaan. Untungnya tweet yang tidak profesional itu tidak menimbulkan dampak yang buruk. Tidak ada pihak yang marah, meskipun Palang Merah harus merasa malu akibat kejadian itu.
Sumber: Mashable
9. Tergugat Kampanye “Daging Musiman” Taco Bell
Krisis : Yum! Brands, induk usaha Taco Bell induk perusahaan digugat karena daging yang dipakainya. Gugatan itu dikarenakan Taco Bell menggunakan “daging musiman” yang hanya berisi 35% daging sapi, selain kebohongan pada iklan mereka.
Bagaimana Taco Bell menjawab: Taco Bell dengan eksplisit mengakui klaim palsu itu, dan menjelaskan bahwa bahan baku sesungguhnya adalah 88% daging sapi, dan 12% resep. Mereka pun menceritakan apa saja bahan-bahan rahasia yang terdapat pada resep mereka. Perusahaan dengan cepat merilis sebuah kampanye multi-platform dalam dunia PR bertajuk “tidak – begitu- rahasia” pada resepnya. Selain iklan di surat kabar tradisional, mereka juga menggunakan dunia online, seperti YouTube, Facebook , dan banyak lagi.
Hasilnya : Konsumen menyambut baik kampanye Taco Bell itu. Platform media sosial mereka pun semakin bersinar dan sebagian besar komentator mendukung sikap perusahaan itu. Kurang dari empat bulan kemudian, gugatan berhasil dilumpuhkan, dan Taco Bell telah benar-benar terhindari dari bencana dalam dunia PR.
Sumber: wavemetrix
*) sumber artikel : ThePRWorld.com
1 Comment